Tampilkan postingan dengan label aneka kerajinan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label aneka kerajinan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 01 April 2010

Industri Kerajinan Jadi Andalan Saat Krisis



Industri kreatif Indonesia terbukti masih dapat diandalkan. Demikian disampaikan Menteri Perindustrian Fahmi Idris ketika membuka Pameran Aneka Produk Kerajinan Indonesia di Plasa Pameran Departemen Perindustrian.

Fahmi mengaku industri kerajinan (handicraft design) memang ada yang terimbas krisis, namun banyak pula yang mengalami kemajuan. Fahmi mencontohkan, dalam kunjungannya bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla hari Minggu 2 Oktober lalu di Klaten Jawa Tengah. Dalam kunjungannya, perajin-perajin logam di Klaten justru menemui kesulitan mendapatkan tenaga kerja baru akibat pesanan ekspor yang meningkat.

"Wapres menanyakan mengapa tidak merekrut dari daerah sekitar," kata Fahmi. Perajin menjawab, untuk mendapatkan tenaga kerja hingga mempunyai keahlian membutuhkan waktu minimal enam bulan. Padahal, kebutuhan tenaga perajin dibutuhkan setidaknya pada Desember mendatang.

Fahmi menambahkan, setidaknya ada tiga permasalahan di industri kerajinan. Pertama, masalah disain. Banyak perajin yang masih produksi dengan desain lama, umumnya turun temurun. "Tapi saya cukup bangga dengan perajin kasongan Bantul yang sudah memodifikasi kreasinya," tambahnya. Kedua, kualitas bahan baku, dan ketiga pemasaran. Menurutnya, perajin perlu melihat kondisi negara tujuan ekspor untuk membuat kerajinan yang adaptif.

Target transaksi pameran ini mencapai Rp 600 juta - Rp 700 juta hingga akhir pameran. "Kami optimis, akan lebih banyak penjualan lagi setelah pameran karena barangnya bagus," ujar Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Departemen Perindustrian Fauzi Azis di tempat sama.

Pameran yang diadakan hingga tanggal 7 November 2008 ini diikuti oleh 50 perajin yang berasal dari Sorong Irian Jaya, Gianyar Bali, NTB, Sukoharjo Jateng, Lubuk Linggau, Yogyakarta, Jawa Barat, dan DKI Jakarta.

Hingga kini, industri kerajinan handicraft design telah menyumbang sekitar US$ 20 triliun dari ekspor ke Perancis, Inggris, Jepang, dan negara Eropa lainnya. "Kerajinan Indonesia bersaing dengan Thailand, Filipina, dan India," kata Fauzi.

teknologi.vivanews.com

Rabu, 13 Januari 2010

Kerajinan Tembaga Kurang Dapat Perhatian



Usaha kerajinan tradisional dari tembaga di Desa Gulurejo, Lendah, Kulon Progo, terancam punah. Selama lima tahun terakhir, jumlah perajin tembaga di desa itu turun drastis dari 150 orang menjadi hanya 2 orang.

Kini, perajin tembaga yang tersisa hanya Longgar (40) dan Ngadilan (35). Kedua warga Dusun Mendiro, Gulurejo, itu tetap mempertahankan usaha pembuatan suvenir dari tembaga karena sudah menjadi warisan turun-temurun keluarga.

Jenis souvenir kerajinan tembaga yang dihasilkan Longgar dan Ngadilan antara lain miniatur andong, becak, dan pedati. Selain itu, mereka membuat aksesori penghias sanggul dan bros.

Harga produk bervariasi mulai Rp 5.000 sampai Rp 25.000 per buah, tergantung ukuran dan tingkat kerumitan desain.

"Sejak saya kecil, keluarga sudah membuat kerajinan tembaga. Ini adalah mata pencaharian utama kami," tutur Longgar, saat ditemui di studio kerjanya.


Puncak keruntuhan terjadi pada tahun 2002. Ketika itu, Bali sebagai tujuan utama pemasaran kerajinan tembaga diguncang bom oleh teroris. Seketika itu, jumlah pesanan anjlok.

Sebagian perajin mulai beralih profesi sebagai penambang pasir di Sungai Progo, sementara sebagian yang lain mencoba bertahan dengan membidik pasar lokal. Kerajinan tembaga dipasarkan melalui penjual perak di Kotagede, Yogyakarta.

Akan tetapi, lanjut Ngadilan, semakin lama, usaha jual-beli perak di Kotagede juga makin lesu. Satu per satu perajin tembaga yang tersisa di Lendah mulai banting setir profesi menjadi buruh pabrik atau mengikuti jejak rekan-rekan mereka terdahulu sebagai penambang pasir.

Kurang perhatian

Menurut Longgar, belum ada usaha nyata dari pemerintah daerah untuk menghidupkan kembali Desa Gulurejo sebagai sentra kerajinan tembaga di Kulon Progo. "Petugas hanya sesekali datang. Tidak ada kelanjutan berupa bantuan modal, padahal harga tembaga naik terus. Sekarang saja sudah Rp 80.000 per kilogram," kata Longgar.

Ayah dua anak itu melanjutkan, jika tidak ada langkah penyelamatan, sentra kerajinan tembaga bisa diambil oleh warga Gunung Kidul. Saat ini, beberapa pedagang perak dan logam di Kotagede mulai memercayakan pengerjaan produk kepada perajin di Wonosari karena biaya tenaga kerja lebih murah dibandingkan dengan yang ada di Lendah.

cetak.kompas.com