Tampilkan postingan dengan label jual lampion. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label jual lampion. Tampilkan semua postingan

Rabu, 11 November 2009

Chinese Lampion Imlek, Si Bundar Merah yang Mulai Diburu



Selain kue keranjang dan lilin aneka ukuran, apalagi ya yang selalu identik dengan suasana Imlek? Nah, ini dia yang tak kalah diburu saat Imlek tiba. Chinese Lampion merah, berbentuk bundar dan berbahan kain.

Warna merah mendominasi suasana di Pasar Pagi Lama, Jakarta, tepatnya di bagian belakang Pasar. Ini bukan kampanye sebuah partai. Tapi, warna merahnya adalah merah dari Chinese lampion-lampion yang mulai dipajang para penjualnya. Beberapa toko memang mulai memamerkan aneka bentuk Chinese lampion dagangan mereka, menjelang perayaan Imlek.

Masyarakat Tionghoa tak melewatkan untuk memasang Chinese lampion yang bertuliskan huruf China. Katanya, tulisan-tulisan itu memiliki beragam makna. Intinya, doa mohon keberkahan di Tahun yang baru.

"Wah, kalau artinya saya nggak tahu persis. Karena saya juga nggak bisa baca tulisan China, haha....Tapi sejak dulu orang tua saya selalu pasang, katanya biar hoki," ujar Tina (52), salah seorang pembeli, yang menghabiskan uang lebih dari Rp 500 ribu untuk beberapa Chinese lampion.

Chinese lampion-lampion dengan ukuran kecil hingga yang paling besar itu, dibeli Tina untuk dipasang di rumah, sebagian lagi disumbangkan ke sebuah Yayasan. Biasanya, masyarakat Tionghoa memasangnya di depan pintu.

Harga Chinese lampion-lampion ini pun cukup beragam. Yessi (25), pemilik toko "Yuyi" mengatakan, lampion ukuran kecil dijual secara lusinan. Namun, yang berukuran sedang hingga besar dijual per pasang."Yang paling besar diameternya 32 inci (sekitar 80 cm, red), harga sepasangnya 420 ribu. Itu yang paling mahal," terang Yessi.

Selain Chinese lampion berbentuk bundar, ada pula lampion-lampion kertas yang berbentuk klenteng. Lampion jenis ini dikenal dengan lampion hias. Tak jauh berbeda, dijual dengan beragam ukuran dan harga. Satu lusinnya, berkisar antara Rp 108 ribu - Rp 300 ribu rupiah.

Tak tanggung-tanggung lampion dagangan Yessi langsung didatangkan dari Cina. "Dari dulu memang kita pasoknya dari sana, belum pernah tau ada yang buat di sini, lagian juga barangnya bagus," kata Yessi lagi.

Toko Yessi, yang baru 3 tahun membuka di Pasar Pagi Lama itu, telah mulai menyediakan stok sejak akhir Desember lalu. Ia memprediksi pembeli akan mulai membanjiri tokonya akhir pekan ini.

kompas.com

Rabu, 04 November 2009

Kreasi Kerajinan Chinese Lampion Made in Indonesia



Cina dan Jepang merupakan negeri asal kerajinan Chinese Lampion. Tetapi Tiang Jaler berusaha mendesain lampion khas Indonesia. Peluangnya masih terbuka.

Saat mengamati dekorasi interior ruangan pesta atau barangkali panggung hiburan di layar kaca, mata kita kerap tertumbuk pada hiasan lampu yang digantung atau diletakkan di tempat tertentu sebagai pemanis, misalnya sudut-sudut ruangan. Ada yang berbentuk bulat seperti bola, berbentuk hati, bentuk-bentuk binatang tertentu dan lain-lain. Lebih tepatnya lampu dengan hiasan berwarna-warni rupa atau bentuknya yang menarik itu lazim dinamakan Chinese lampion.

Khusus bagi masyarakat Tionghoa lampion bukan barang baru. Memang awalnya kerajinan Chinese lampion itu berasal dari Cina dan Jepang. Di Cina biasanya lampion digunakan pada acara ritual keagamaan, sedangkan di Jepang selain untuk ritual keagamaan sudah digunakan sebagai penerangan dalam ruangan. Ciri-ciri lampion Jepang cenderung menggunakan rice paper sebagai bahan dasarnya.

Seperti keterangan Imran Makmur, salah satu pemilik Tiang Jaler, sebuah usaha dengan kategori handicraft atau bergerak di bidang kerajinan tangan. Lebih lanjut dijelaskan, produk Chinese lampion yang dihasilkan usaha yang berlokasi di kota kembang itu berupa lampion/ paper lamp yang terdiri atas beberapa jenis yaitu lampu gantung, lampu meja, lampu standing souvenir, dan lampu pesta/ party lamp. Imran menjalankan bisnis tersebut bersama dengan Aris Wibowo Dwi A. Jika Aris lebih menangani bagian produksi, maka lulusan fakultas Ekonomi Manajemen Unpad ini kebagian mengurus soal-soal keuangan. “Untuk pemasaran kami tangani bersama,” ungkap Imran.

Imran mengaku tertarik dengan usaha kerajinan Chinese lampion ini dikarenakan keindahan bentuk lampion itu sendiri. Desainnya yang dinamis membuat Chinese lampion dapat dikembangkan menjadi bermacam-macam bentuk. Sejak awal merencanakan usaha Aris maupun Imran bahkan sudah memutuskan agar lampion karya mereka bisa meninggalkan nuansa Jepang dan China, tetapi lebih bersifat Indonesia. Hasilnya, kini lebih dari 80 macam desain lampion baru yang mereka ciptakan. Bentuknya beraneka rupa, ada yang seperti kerucut bersegi segitiga, bentuk-bentuk simetris, serta ada pula berbagai bentuk binatang dan bunga.

Investasi usaha Chinese lampion, dikatakan, tidak terlalu besar dan nilainya di bawah nilai Rp 50juta. Antara lain digunakan untuk membeli peralatan serta bahan, yaitu rotan, kertas khusus serta bahan pewarna. Sebagian besar produk dikerjakan berdasarkan adanya order terlebih dahulu, biasanya dengan sistem jual putus. Selain itu kadang-kadang terdapat pula produk Chinese lampion untuk persiapan pameran atau pun saat melayani permintaan konsinyasi. Dengan jumlah karyawan tetap sebanyak 6 orang sebulan Tiang Jaler mampu memproduksi sekitar 500 buah.

Meski bahan dasarnya simpel, yakni kertas dan rotan, tetapi menurut Imran yang susah justru terletak pada proses pembuatannya. Sebuah model yang bagus harus dibuatkan cetakannya daan diproses hati-hati supaya hasil Chinese lampionnya sempurna. Maka pada saat melayani pesanan baru, faktor kesulitan pada waktu proses pembuatan akan menentukan harga jual. Sehingga harga Chinese lampion bervariasi mulai puluhan ribu sampai dengan ratusan ribu. Di samping itu banyak-sedikitnya jumlah pesanan juga mempengaruhi harga satuan. Sedangkan saat ini omzet penjualannya sekitar Rp 18 juta-Rp 20 juta per bulan.

Diungkapkan pula pada masa-masa awal usaha Chinese lampion tahun 2002 strategi penjualan produk lebih banyak dilakukan dengan cara mengikuti pameran hingga beberapa kali dalam setahun mengambil lokasi di beberapa kota besar seperti Jakarta, Yogyakarta dan Semarang.

majalahpengusaha.com