Rabu, 04 November 2009

Kreasi Kerajinan Chinese Lampion Made in Indonesia



Cina dan Jepang merupakan negeri asal kerajinan Chinese Lampion. Tetapi Tiang Jaler berusaha mendesain lampion khas Indonesia. Peluangnya masih terbuka.

Saat mengamati dekorasi interior ruangan pesta atau barangkali panggung hiburan di layar kaca, mata kita kerap tertumbuk pada hiasan lampu yang digantung atau diletakkan di tempat tertentu sebagai pemanis, misalnya sudut-sudut ruangan. Ada yang berbentuk bulat seperti bola, berbentuk hati, bentuk-bentuk binatang tertentu dan lain-lain. Lebih tepatnya lampu dengan hiasan berwarna-warni rupa atau bentuknya yang menarik itu lazim dinamakan Chinese lampion.

Khusus bagi masyarakat Tionghoa lampion bukan barang baru. Memang awalnya kerajinan Chinese lampion itu berasal dari Cina dan Jepang. Di Cina biasanya lampion digunakan pada acara ritual keagamaan, sedangkan di Jepang selain untuk ritual keagamaan sudah digunakan sebagai penerangan dalam ruangan. Ciri-ciri lampion Jepang cenderung menggunakan rice paper sebagai bahan dasarnya.

Seperti keterangan Imran Makmur, salah satu pemilik Tiang Jaler, sebuah usaha dengan kategori handicraft atau bergerak di bidang kerajinan tangan. Lebih lanjut dijelaskan, produk Chinese lampion yang dihasilkan usaha yang berlokasi di kota kembang itu berupa lampion/ paper lamp yang terdiri atas beberapa jenis yaitu lampu gantung, lampu meja, lampu standing souvenir, dan lampu pesta/ party lamp. Imran menjalankan bisnis tersebut bersama dengan Aris Wibowo Dwi A. Jika Aris lebih menangani bagian produksi, maka lulusan fakultas Ekonomi Manajemen Unpad ini kebagian mengurus soal-soal keuangan. “Untuk pemasaran kami tangani bersama,” ungkap Imran.

Imran mengaku tertarik dengan usaha kerajinan Chinese lampion ini dikarenakan keindahan bentuk lampion itu sendiri. Desainnya yang dinamis membuat Chinese lampion dapat dikembangkan menjadi bermacam-macam bentuk. Sejak awal merencanakan usaha Aris maupun Imran bahkan sudah memutuskan agar lampion karya mereka bisa meninggalkan nuansa Jepang dan China, tetapi lebih bersifat Indonesia. Hasilnya, kini lebih dari 80 macam desain lampion baru yang mereka ciptakan. Bentuknya beraneka rupa, ada yang seperti kerucut bersegi segitiga, bentuk-bentuk simetris, serta ada pula berbagai bentuk binatang dan bunga.

Investasi usaha Chinese lampion, dikatakan, tidak terlalu besar dan nilainya di bawah nilai Rp 50juta. Antara lain digunakan untuk membeli peralatan serta bahan, yaitu rotan, kertas khusus serta bahan pewarna. Sebagian besar produk dikerjakan berdasarkan adanya order terlebih dahulu, biasanya dengan sistem jual putus. Selain itu kadang-kadang terdapat pula produk Chinese lampion untuk persiapan pameran atau pun saat melayani permintaan konsinyasi. Dengan jumlah karyawan tetap sebanyak 6 orang sebulan Tiang Jaler mampu memproduksi sekitar 500 buah.

Meski bahan dasarnya simpel, yakni kertas dan rotan, tetapi menurut Imran yang susah justru terletak pada proses pembuatannya. Sebuah model yang bagus harus dibuatkan cetakannya daan diproses hati-hati supaya hasil Chinese lampionnya sempurna. Maka pada saat melayani pesanan baru, faktor kesulitan pada waktu proses pembuatan akan menentukan harga jual. Sehingga harga Chinese lampion bervariasi mulai puluhan ribu sampai dengan ratusan ribu. Di samping itu banyak-sedikitnya jumlah pesanan juga mempengaruhi harga satuan. Sedangkan saat ini omzet penjualannya sekitar Rp 18 juta-Rp 20 juta per bulan.

Diungkapkan pula pada masa-masa awal usaha Chinese lampion tahun 2002 strategi penjualan produk lebih banyak dilakukan dengan cara mengikuti pameran hingga beberapa kali dalam setahun mengambil lokasi di beberapa kota besar seperti Jakarta, Yogyakarta dan Semarang.

majalahpengusaha.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar