Rabu, 09 September 2009

Masalah Tinggal di Perumahan Mini

Eksklusivitas bisa menjadi pisau dengan dua sisi tajam. Bisa positif, bisa pula negatif. Bila sebuah lingkungan terlalu eksklusif, sudah pasti ia akan terisolasi dari lingkungan sekitar.

Dalam konteks hunian, isolasi ini bisa berwujud macam-macam mulai dari gangguan, penolakan, ancaman, sampai dengan ketidakpedulian warga sekitar terhadap penghuni "perumahan". Misalnya saja bangunan real estate yang sedang berkembang di kita besar seperti di Jakarta, dan di Bali mungkin kita mengenal
Bali real estate. Tapi sebenarnya paradigma tersebut bisa ***bah.


Dalam sebuah kasus, ketika warga sebuah
perumahan murah dan kecil ini ada yang meninggal, lingkungan sekitarnya tidak mau menerima pemakaman di TPU wilayah tersebut. Kerugian yang lain dan tinggal di lingkungan kecil ini adalah soal fasilitas umum dan sosial yang sudah pasti sangat minim atau bahkan nihil. Taman bermain pasti tidak ada, tempat beribadah umum juga tak bakal ada.


Masalah lain yang sering muncul adalah ihwal administrasi kependudukan atau menyangkut rukun tetangga (RT). Karena jumlah yang terlalu kecil, masalah-masalah kebertetanggaan harus ditanggung oleh keluarga yang jumlahnya sedikit Akibatnya, biaya dan urusan untuk itu (sampah, petugas keamanan, administrasi, clan sebagainya) bisa membengkak. Bila digabung, belum tentu juga RT akan menerima warga secara setara, karena dianggap eksklusif tadi.


Akibatnya, untuk urusan ini itu, biasanya warga di perumahan semacam ini akan dipungut lebih mahal atau urusannya dibuat lebih ribet.


Apa saja keuntungannya?
Perumahan berskala kecil ini digemari karena pelbagai alasan. Di antaranya:

1. Kawasan atau lingkungan sekitarnya sudah relatif ramai penduduk dan dekat dengan pusat kegiatan perekonomian di wilayah tersebut. Meskipun
kontraktor bangunan tidak mendirikannya di tengah kota, wilayah di mana perumahan tersebut berada sudah dapat dibilang hidup. Ada sebagian konsumen rumah yang cenderung memilih hunian semacam ini daripada tinggal di pemukiman berukuran besar tapi suasananya masih belum hidup dan semarak.


2. Layanan pendidikan, kesehatan, pusat perbelanjaan biasanya terletak tidak terlalu jauh dari lokasi perumahan. Dengan "menumpang" layanan-layanan umum yang tersedia di sekitar wilayah tersebut, pengembang memanfaatkannya sebagai nilai tambah yang diiming-imingkan kepada calon konsumen. Boleh dikatakan, pengembang mendapatkan fasilitas "cuma-cuma" tanpa harus mengeluarkan biaya atau menggandeng pihak ketiga dalam penyediaannya.


3. Eksklusivitas umumnya juga menjadi salah satu "daya tarik" yang dijual oleh pengembang kepada calon konsumen. Mereka berada di lingkungan yang terpisah dengan penduduk/warga kampung.


kompas.com


Dukung Kampanye
Stop Dreaming Start Action Sekarang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar