Tampilkan postingan dengan label steak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label steak. Tampilkan semua postingan

Rabu, 25 Agustus 2010

Kobe Beef

Kobe beef (神戸ビーフ, Kōbe Bīfu?) refers to cuts of beef from the black Tajima-ushi breed of Wagyu cattle, raised according to strict tradition in Hyōgo Prefecture, Japan. The meat is generally considered to be a delicacy, renowned for its flavour, tenderness, and fatty, well-marbled texture. Kobe beef can be prepared as steak, sukiyaki, shabu shabu, sashimi, teppanyaki and more.

Kobe beef is also called "Kobe-niku" (神戸肉?, lit. Kobe meat), "Kobe-gyū" (神戸牛?, lit Kobe cow) or "Kobe-ushi" (神戸牛?, lit Kobe cow) in Japanese.

History

The Wagyu cattle that produce this highly prized meat were introduced into Japan in the second century as work animals, used in rice cultivation. As beef consumption became more prominent in society, farmers began hiring workers to massage the animals' backsides to improve meat quality. The mountainous topography of the islands of Japan resulted in small regions of isolated breeding, yielding herds that developed and maintained qualities in their meat that differ significantly from all other breeds of cattle. Herd isolation and distinctive feeding techniques which resulted from the limited land availability have led to distinguishing features that make the meat both superior in marbling and in the ratios of unsaturated versus saturated fats.

Source: www.wikipedia.com

See also: tamani, marzano

Kamis, 19 Agustus 2010

Japanese Resto

Wuihhh dah lama ne memainkan jari di atas keyboard untuk OpenRice..smile

Okeyy.. kali ini gw mo critain pengalaman gw ttg resto jepang di daerah wijaya..
Gw baru tau klo disini ada resto jepang, dr luar aja tuh designya dah Jepang bgt..

Pas masuk ke dalem..shocked Beuuuuhhhh...serasa masuk rumah Nobita..tongue

Live TV nya aja nyiarin OlahRaga Bela diri khas Jepang..yaitu Sumo..
Tapi asli emg gw baru sekali ini masuk ke resto Jepang berasa banget kyk di Jepang..
Dan emg disini Chef nya asli dari Jepang..

Oke gw ga crita banyak..Lets talk bout food..
Gw mesen yg ringan2 aja..karena sebelumnya udh makan banyak di tempat lain..

bowlchopstick Torigen Gyoza (IDR 32.000++)
Gw pernah denger ini appetizer khas Cina tetapi sangat Populer di Jepang. Bentuk nya seperti dim sum tapi di goreng. Dalemnya sayuran dicampur dengan ayam, setau gw goyza itu bahan2 adonan nya tuh Jepang bgt, ada campuran Nira & Sake di dalamnya, jangan heran klo harga nya mahal tapi isinya cuma 5 biji.
Sayurannya gw ga tau de, kyknya sih daun bawang di campur ayam. Nah ini ada saosnya juga, setau gw saos nya campuran dari Soya Saos + Vinegar.
Untuk rasa nya...mantaf gan, rasa ayam yg di combine sayurannya trus di celupin sma saos nya..beehhh ga bisa di ungkapkan dgn kata2..soalnya agak susah ngomong klo pas lagi ngunyah plg smbil goyang2 jempol tangan aja..tongue

bowlchopstick Chicken Tempura (Lupa harganya)
Nah ini bahan2 g perlu di ceritain, karena cukup familiar sm org indo, tapi rasanya gw ga yakin lo pernah ngerasain tempura asli buatan Chef Jepang..recommend untuk di coba smile

Memang harga2 makanan disini terbilang tergolong mahal, tapi kalo lo pgn resain suasana negeri Sakura itu, ini salah satu Recommended Restaurant dari gw..
Selamat ketemu doraemon tongue

Source: www.id.openrice.com



See also: steak, loewy

Jumat, 30 Juli 2010

Pasta Delicioso, Right Guys?

Pasta alla carbonara (usually spaghetti, but also fettuccine, rigatoni or bucatini) is an Italian pasta dish based on eggs, pecorino romano, guanciale, and black pepper. The dish was created in the middle of the 20th century.

The recipes vary, though all agree that cheese (pecorino, Parmesan, or a combination), egg yolks (or whole eggs), cured fatty pork, and black pepper are basic. The pork is fried in fat (olive oil or lard); a mixture of eggs, cheese, and butter or olive oil is combined with the hot pasta, cooking the eggs; the pork is then added to the pasta. Guanciale is the most traditional meat, but pancetta is also used. In the US, it is often made with American bacon.

Cream is not common in Italian recipes, but is used in the United States, France, Spain, the United Kingdom, Australia and Russia (especially in Moscow). Other Anglo/Franco variations on carbonara may include peas, broccoli or other vegetables added for colour. Yet another American version includes mushrooms. Many of these preparations have more sauce than the Italian versions.

In all versions of the recipe, the eggs are added to the sauce raw, and cook (coagulate) with the heat of the pasta itself.

Origin and history

Like most recipes, the origins of the dish are obscure, and there are many legends about it. As the name is derived from the Italian word for charcoal, some believe that the dish was first made as a hearty meal for Italian charcoal workers. This theory gave rise to the term "coal miner's spaghetti", which is used to refer to spaghetti alla carbonara in parts of the United States. Others say that it was originally made over charcoal grills, or that it was made with squid ink, giving it the color of carbon. Another rumour about the origin of the name suggests that the way abundant black pepper was added to the dish (before or after serving) especially during winter, made the black pepper flakes among the whiteish sauce look like charcoal, or perhaps the effect one gets when a casserole dish is accidentally "burnt". It has even been suggested that it was created by, or as a tribute to, the Carbonari ("charcoalmen"), a secret society prominent in the unification of Italy.

The dish is not present in Ada Boni's 1927 classic La Cucina Romana, and is unrecorded before the Second World War. It was first recorded after the war as a Roman dish, when many Italians were eating eggs and bacon supplied by troops from the United States, and the name may be from a Rome restaurant called 'Carbonara'. More recently, a restaurant in Rimini has claimed the original recipe was born during WWII.

The recipe was included in Elizabeth David's 1954 cookbook published in Great Britain. The dish became popular among American troops stationed in Italy; upon their return home, they popularized spaghetti alla carbonara in North America.



Source: www.wikipedia.com

See also: steak, marzano









Senin, 14 Juni 2010

Karier Seorang Chef

Siapa yang mengira, memasak menjadi begitu menjanjikan sekarang ini? Tayangan soal masak memasak di televisi menjadi tren, terbukti hampir setiap stasiun televisi memiliki program kuliner. Bahkan salah satu chef perempuan menjadi seperti selebritis chef yang cantik. Ia tampil di acara gosip untuk bercerita asal muasal pilihannya menjadi ‘tukang masak’. Profesi ini seolah keluar dari kotak kecil dapur menuju dunia luas bernama entertainment. Masak menjadi hobi yang cukup menghasilkan coin and poin di masa sekarang.

Semua ini berawal dari perkembangan industri makanan pada tahun 1980-an, bukan hanya menunjukkan perubahan pada jumlah restoran yang meningkat. Tapi juga adanya tuntutan untuk standar makanan secara global serta profesi yang menjanjikan untuk penyediaan makan malam yang mewah, yaitu Chef. Di Prancis, perubahan ini berpengaruh pada status ekonomi, sosial, dan ideologi.

Kreativitas dalam kuliner memberi kesempatan pada orang yang menyukai makanan untuk berlaku lebih profesional. Sehingga, kreativitas dalam bidang kuliner menjadi begitu dihargai. Restoran bahkan menyediakan budget khusus untuk chef agar mereka lebih berkreasi dalam menciptakan ragam makanan baru, misalnya kreasi cake, pizza, seafood, pasta atau steak. Baik modifikasi dari makanan tradisional maupun makanan yang belum pernah ada.

Kreasi ini mereka peroleh setelah berkeliling Eropa mencicipi aneka makanan yang kemudian mereka masak di negerinya sendiri. Orang Amerika yang menjadi chef pada tahun 1970-an, memilih profesi ini untuk lepas dari pakem pekerjaan yang telah ada disana. Namun, hingga tahun 1980-an, restoran di Amerika yang menyediakan makanan berkelas masih dikuasai chef dari Perancis. Bagaimana dengan Indonesia?

Sumber bacaan:

“Eating Culture” by Ron Scapp dan Brian Seitz.

Daging sebagai Makanan Simbol Maskulinitas

Vegetarian merupakan sebuah pilihan di tengah para pemakan daging sebagai mayoritas. Para pemakan daging lebih menganggap hubungan dengan makanan adalah sebagai bentuk hubungan biasa dengan sebuah benda padat. Sedangkan bagi para vegetarian, berhubungan dengan daging merupakan hubungan dengan makhluk hidup. Perbedaan pandangan antara para vegetarian dengan para pemakan daging ini lebih merupakan beda sudut pandang. Keunikan dari makhluk hidup bagi para vegetarian sebagai upaya menghargai hidup itu sendiri. Bukan merupakan hubungan antara manusia dengan benda padat yang tak pernah ada peran apapun di dunia.

Daging yang berasal dari makhluk hidup ini dianggap sebagai sumber kekuatan bagi para petani di masa lalu yang pekerjaan sehari-harinya di ladang. Term “daging” yang dianggap berbeda bagi para vegetarian dan omnivor ini disebabkan adanya beda anggapan bahwa daging hanyalah benda padat tak bernilai personal. Ternyata daging yang merupakan sumber kekuatan ini identik dengan maskulinitas. Daging merupakan makanan pilihan para lelaki. Peran laki-laki dalam masyarakat menjadikan pilihan makan daging menjadi wajar.

Di Barat, daging ini diolah menjadi steak. Sedangkan di Indonesia, daging diolah menjadi sate. Perbedaan daging olahan ini tak menjadi faktor yang mengalihkan pilihan laki-laki untuk memakan daging sebagai menu utama dalam keseharian mereka. Tentunya pilihan ini berbeda pada setiap kelas. Kelas menengah atas lebih mampu menjadikan daging sebagai pilihan utama setiap hari karena kemampuan finansial mereka. Sedangkan kelas yang lebih rendah kemungkinannya kecil untuk menikmati daging setiap hari. Perempuan sebagai manajer keuangan dan koki, menyesuaikan budget makanan sesuai dengan selera laki-lakinya. Paling tidak seminggu sekali atau sebulan sekali sediakan daging untuk para lelakinya.

Sumber bacaan:

“Eating Culture” by Ron Scapp dan Brian Seitz.