Rabu, 28 Oktober 2009

Menanti Terwujudnya Arsitektur Desain Ramah Lingkungan



Dunia desain interior Indonesia yang mulai berkembang pada era 1980-an kini telah berubah dengan cepat mengikuti tren desain interior yang juga bergerak cepat. Sebelum tahun 1985, menurut desainer interior Siti Adiningsih Adiwoso, tren arsitektur desain interior yang sebelumnya diperkirakan akan berubah tiap 10 tahun, menjadi berubah setiap lima tahun sekali.

Perubahan tersebut semakin cepat ketika memasuki tahun 2000. Sejak tahun itu, perubahan tren desain interior terjadi setiap 30 bulan. Perubahan tren tersebut juga diikuti dengan pekembangan teknologi yang digunakan. Teknologi digital generasi terbaru serta perusahaan yang dituntut lebih efisien, mewarnai perkembangan arsitektur desain interior.

Perkembangan dunia desain interior turut pula dipengaruhi oleh perubahan iklim global. Menurut Siti, terjadinya pemanasan global atau global warming menuntut para arsitek untuk menghasilkan karya desain yang ramah lingkungan atau lebih dikenal dengan rancangan Arsitektur Desain hijau atau "green design".

Siti Adiningsih Adiwoso mengatakan, para arsitek Indonesia harus berani menjadi agen pembangunan dalam terciptanya arsitektur desain yang ramah lingkungan. "Desainer interior atau arsitek dalam negeri jangan hanya berorientasi terhadap uang, dan tidak mau tahu arsitektur desain yang ramah lingkungan," katanya.

Ia menilai, penerapan arsitektur desain "green design" dalam perkembangan zaman, sesungguhnya sangat mudah diterapkan. Ia mencontohkan, dengan memperbanyak penggunaan kaca pada sebuah bangunan agar sinar matahari dapat masuk ke dalam.

Ia juga mengritik arsitektur desain bangunan modern di Jakarta yang belum mengacu pada bangunan ramah lingkungan atau "green building". "Masalahnya ada pada klien yang meminta macam-macam," katanya.

Pendapat serupa juga disampaikan desainer muda Leonard Theosabrata. Menurut dia, para desainer harus kembali sadar atas pentingnya arsitektur desain yang ramah lingkungan. "Green design ini merupakan suatu keharusan. Mau atau tidak, hanya masalah waktu menuju ke sana," katanya.

Yang terpenting dalam arsitektur desain ramah lingkungan ini yakni adanya pengertian antara desainer dan pelanggan sebagai pengguna jasa.

"Hal terpenting ialah meningkatkan kesadaran desainer dan klien tentang arti penting green desain," katanya.

Ia menambahkan, desainer interior Indonesia masih memiliki peluang besar untuk menunjukkan kemampuan dan berkarya di dalam negeri. Ia menuturkan, peluang para desainer Indonesia untuk berkarya di dalam negeri cukup besar, mengingat belum banyak desainer asing yang bekerja di negeri ini.

"Kesempatan masih luas bagi desainer Indonesia untuk membuktikan diri," katanya

Menurut dia, jika para desainer Indonesia justru memilih untuk berkarya di luar negeri, maka mereka justru akan sulit menujukkan kemampuannya, karena persaingan yang cukup ketat. Ia mengakui, para desainer lokal masih terbawa dengan gaya dan arsitektur desain dari luar. "Desainer Indonesia memang sudah mulai kembali pada tren desain lokal, namun masih belum cukup," katanya.

Menurutnya, gaya desainer dalam negeri boleh saja tetap mengadopsi model dari luar, namun esensi dari produk lokal jangan sampai hilang.

greenlifestyle.or.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar